Eksistensialisme menurut Kinkegaard
Apa itu EKSISTENSIALISME ?
- Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang pokok utamanya adalah manusia dan cara beradanya yang khas di tengah makhluk lainnya. Jiwa eksistensialisme adalah pandangan manusia sebagai eksistensi.
- etimologi Ex = keluar, sistensia (sistere) = berdiri. Jadi eksistensialisme yaitu manusia bereksistensi yang maksudnya adalah manusia baru menemukan diri sebagai aku dengan cara keluar dari dirinya.
- pusat diri sendiri adalah dirinya sendiri.
- hanya manusia yang bereksistensi. Tumbuhan dan hewan tidak bereksistensi.
- eksistensi tidak bisa disamakan dengan berada
Eksistensialisme jika dilihat dari segi isi merupakan gaya berfilsafat,bukan suatu kesatuan.
Tokoh-tokoh eksistensialisme :
Kierkegaard
Edmund Husserl
Martin Heidegger
Gabriella Marcell
Dll
Ciri-ciri :
- motif pokok adalah eksistensi cara manusia berada
- bereksistensi diartikan secara dinamis. Bereksistensi berarti menciptakan diri secara aktif, berbuat, menjadi, dan merencanakan.
- manusia dipandang terbuka,belum selesai (manusia penuh misteri).
- memberi penekanan pada pengalaman konkret.
About Kierkegaard
Soren Aabye Kiekegaard lahir di Kopenhagen,Denmark. Kiekegaard lahir pada tanggal 15 Mei 1813. Pada tahun 1849 kembali ke agama kristen. Meninggal pada tahun 1855 sebagai orang yang religius dan dipandang sebagai tokoh gereja.
Pokok-pokok ajaran Kierkegaard
Kierkegaard memberikan kritik kepada Hegel: Kierkegaard memandang Hegel sebagai pemikir besar, tp satu hal yg
dilupakan Hegel yang menurut Kierkegaard adalah eksistensi menusia individual dan
konkret. Manusia tidak dapat dibicarakan ‘pada umumnya’ atau ‘menurut hakekatnya’,
karena manusia pada umumnya tidak ada yang
ada itu adalah manusia konkret yang semua penting, berbeda dan berdiri di hadapan
Tuhan. Manusia itu eksistensi. Eksistensi
berarti bagi Kierkegaard merealisir diri, mengikat diri dengan bebas, dan
mempraktekkan keyakinannya dan mengisi kebebasannya. Hanya
manusia bereksistensi, karena dunia, binatang dan sesuatu lainnya hanya ‘ada’.
Juga Tuhan ‘ada’. Tapi manusia harus bereksistensi, yakni menjadi (dlm waktu)
seperti ia (akan) ada (secara abadi).
Ada
tiga cara bereksistensi: tiga sikap terhadap hidup, yaitu: sikap estetis, sikap
etis dan sikap religius.
- Sikap estetis: Merengguh sebanyak mungkin kenikmatan, yg dikuasai oleh perasaan. Cara hidup yang amat bebas. Manusia harus memilih hidup terus dengan kenikmatan atau meloncat ke tingkat lebih tinggi lewat pilihan bebas.
- Sikap etis: Sikap menerima kaidah-kaidah moral, suara hati dan memberi arah pada hidupnya.
- Sikap religius: Berhadapan dengan Tuhan, manusia sendirian.
Manusia menjadi seperti yang
dipercayainya
Pernyataan
Parmenides hingga Hegel: ‘Berpikir sama dengan berada’ ditolak oleh
Kierkegaard, karena menurutnya ‘percaya itu sama dengan menjadi’. Disini dan kini
manusia percaya dan menentukan bagaimana dia akan ada secara abadi. Manusia
memilih eksistensinya entah sebagai penonton yang pasif, atau sebagai
pemain/individu yg menentukan sendiri eksistensinya dg mengisi kebebasannya.
Waktu dan Keabadian
Setiap
orang adalah campuran dari ketakterhinggaan dan keterhinggaan. Manusia adalah gerak
menuju Allah, tapi juga terpisah/terasing dari Allah. Manusia dapat menyatakan YA kpd
Tuhan dlm iman, atau mengatakan TIDAK. Jika ia mengatakan YA, ia akan menjadi
yang ia ada. Manusia hidup dalam dua dimensi sekaligus: keabadian dan waktu.
Kedua dimensi itu bertemu dalam ‘saat’. Saat adalah titik dimana waktu dan
keabadian bersatu. Kita menjadi eksistensi dalam saat, yaitu saat pilihan.
Pilihan itu suatu ‘loncatan’ dr waktu ke keabadian.
Subyektivitas dan eksistensi sebagai
tugas
Eksistensi
manusia bukan sekadar suatu fakta, tapi lebih dari itu. Eksistensi manusia adalah
tugas, yang harus dijalani dengan kesejatian sehingga orang tidak tampil dengan semu. Bila
eksistensi suatu tugas, ia harus dihayati sebagai suatu yang etis dn religius.
Eksistensi sebagai tugas disertai oleh tanggungjawab. Tidak seperti berada dalam massa,
eksistensi sejati memungkinkan individu memilih dan mengambil keputusan
sendiri. Untuk itulah Kierkegaard menganggap subyektivitas dan eksistensi sejati
itu suatu tugas.
Publik dan individu
Pendapat
umum kerap didukung oleh khalayak ramai yg anonim belaka. Publik bagi
Kierkegaard hanya abstraksi belaka, bukan realitas. Publik menjadi berbahaya
bila itu dianggap nyata. Orang
sering berusaha menggabungkan diri dalam kelompok dengan mengumpul tanda tangan. Ini
bukti orang itu tidak berani tampil sendiri secara berarti. Mereka itu orang-orang lemah.
Mengandalkan diri pada kekuatan numerik. Ini adalah kelemahan etis. Kierkegaard bukan
menolak adanya kemungkinan bagi manusia untuk bergabung dengan yang lain. “Hanya
setelah individu itu mencapai sikap etis barulah penggabungan bersama dapat
disarankan. Kalau tidak, penggabungan individu yang lemah sama memuakkan seperti
perkawinan antara anak-anak”
Eksistensialisme menurut Jean
Paul Sartre
Apa itu ‘eksistensialisme’?
Aliran filsafat yang pokok utamanya
adalah manusia dan cara beradanya yang khas di tengah makhluk lainnya. Jiwa eksistensialisme ialah
pandangan manusia sbg eksistensi. Etimologis: ex= keluar, sistentia
(sistere)=berdiri. Manusia bereksistensi = manusia baru menemukan diri sebagai aku
dengan keluar dari dirinya. Pusat diriku terletak di luar
diriku. Ia menemukan pribadinya dengan seolah-olah keluar dari dirinya sendiri dan
menyibukkan diri dg apa yang diluar dirinya.
Hanya manusialah bereksistensi.
Eksistensi tidak bisa disamakan dengan ‘berada’. Pohon, anjing berada, tapi tidak
berseksistensi. Eksistensialisme dari segi isi bukan
satu kesatuan, tapi lebih merupakan gaya berfilsafat.Sulit menyeragamkan defenisi mengenai eksistensialisme, karena adanya perbedaan pandangan mengenai eksistensi itu sendiri. Namun satu hal yang sama: filsafat haurs bertitik tolak pada manusia konkrit, manusia sebagai eksistensi, maka bagi manusia eksistensi mendahului esensi.
Beberapa tokoh filsafat yang menganut
gaya eksistensialisme, a.l.: Kierkegaard, Edmund Husserl, Martin Heidegger,
Gabriel Marcel, Jean Paul Sartre, dll.
Ciri Eksistensialisme
- Motif pokok adalah eksistensi, cara manusia berada. Hanya manusia bereksistensi.
- Bereksistensi harus diartikan secara dinamis. Bereksistensi berarti menciptakan diri secara aktif, berbuat, menjadi, merencanakan.
- Manusia dipandang terbuka, belum selesai. Manusia terikat pada dunia sekitarnya, khususnya pada sesamanya.
- Memberi penekanan pada pengalaman konkrit.
Lahir di Paris 1905. Pada tahun1929 menjadi guru. Sartre dosen filsafat di Le Havre tahun 1931-1936. Saat 1941 menjadi tawanan perang. Tahun 1942-44 dosen Loycee Pasteur. Sartre banyak menulis karya filsafat dan sastra.
Pemikiran filsafat Sartre
Sulit menjabarkan pemikiran filsafat
Sartre secara singkat. Bagi Sartre, manusia mengada dengan
kesadaran sebagai dirinya sendiri. Keberadaan manusia berbeda dengan keberadaan benda
lain yang tidak punya kesadaran. Untuk manusia eksistensi adalah
keterbukaan, beda dengan benda lain yang keberadaannya sekaligus berarti
esensinya. Bagi manusia eksistensi
mendahului esensi.
Asas pertama untuk memahami manusia
harus mendekatinya sebagai subjektivitas. Apapun makna yang diberikan pada eksistensinya,
manusia sendirilah yang bertanggungjawab. Tanggungjawab yang menjadi beban kita jauh lebih besar dari sekedar tanggungjawab terhadap diri kita sendiri. Dibedakan ‘berada dlm diri’ dan
‘berada untuk diri’. Berada dalam diri = berada an sich,
berada dalam dirinya, berada itu sendiri. Mis. meja itu meja, bukan kursi, bukan
tempat tidur.
Semua yang berada dalam diri ini tidak aktif. Mentaati prinsip it
is what it is. Maka bagi Sartre segala
yang berada dalam diri: memuakkan. Sementara berada untuk diri = berada
yg dengan sadar akan dirinya, yaitu cara berada manusia. Manusia punya hubungan
dg keberadaannya. Bertanggungjawab atas fakta bhw ia ada. Mis. Manusia
bertanggungjawab bhw ia pegawai, dosen. Benda tdk sadar bhw dirinya ada, tp
manusia sadar bhw dia berada. Pd manusia ada kesadaran.
Biasanya kesadaran kita bukan kesadaran akan diri, melainkan kesadaran diri.
Baru kalau kita scr refleksif
menginsyafi cara kita mengarahkan diri pd objek, kesadaran kita diberi bentuk
kesadaran akan diri.Tuhan tdk bisa dimintai
tanggungjawab . Tuhan tdk terlibat dlm putusan yg diambil oleh manusia. Manusia
adalah kebebasan, dan hanya sbg makhluk yg bebas dia bertanggungjawab.
Tanpa kebebasan eksistensi manusia
menjadi absurd. Bila kebebasannya ditiadakan, maka manusia hanya sekedar esensi
belaka. Baru kalau kita scr refleksif
menginsyafi cara kita mengarahkan diri pd objek, kesadaran kita diberi bentuk
kesadaran akan diri.
Tuhan tdk bisa dimintai tanggungjawab . Tuhan tdk terlibat dlm putusan yg diambil oleh manusia. Manusia adalah kebebasan, dan hanya sbg makhluk yg bebas dia bertanggungjawab.
Tanpa kebebasan eksistensi manusia
menjadi absurd. Bila kebebasannya ditiadakan, maka manusia hanya sekedar esensi
belaka.
Apakah yang mengurangi kebebasan manusia?
Beberapa kenyataan (kefaktaan) yg
mengurangi penghanyatan kebebasan:
- Tempat kita berada: situasi yg memberi struktur pd kita, tp juga kita beri struktur.
- Masa lalu: tdk mungkin meniadakannya krn masa lampau menjadikan kita sebagaimana kita sekarang ini
- Lingkungan sekitar (Umwelt).
- Kenyataan adanya sesama manusia dg eksistensinya sendiri.
- Maut: tdk bisa ditunggu saat tibanya, walaupun pasti akan tiba.
Walaupun kefaktaan ini melekat dlm eksistensi
manusia, tapi kebebasan eksistensial tdk bisa dikurangi/ditiadakan.
Ketubuhan manusia
Dalam eksistensi manusia, kehadiran
selalu menjelama sbg wujud yg bertubuh. Tubuh mengukuhkan kehadiran manusia. Tubuh sbg pusat orientasi tdk bisa
dipandang sbg alat sematamata,tp mengukuhkan kehadiran kita sbg eksistensi.
Komunikasi dan cinta
- Komunikasi = suatu hal yg apriori tak mungkin tanpa adanya sengketa, krn setiap kali org menemui org lain pd akhirnya akan terjadi saling objektifikasi, yg seorg seolah2 membekukan org lain. Terjadi saling pembekuan shg masing2 jadi objek.
- Cinta = bentuk hubungan keinginan saling memiliki (objek cinta). Akhirnya cinta bersifat sengketa krn objektifikasi yg tak terhindarkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar